Cerita lucu dan sekaligus memotivasi kita sebagai anak bangsa untuk tetap terus bersemangat membangun negeri ini meski dengan segala kondisi yang sudah carut-marut. Cerita yang di persembahkan oleh admin informasi anyar ini di adopsi dari kisah nyata salah satu teman admin ketika di masa kecilnya. Dengan judul Tawa Putra Bangsa mencoba menyampaikan sebuah pesan tersirat dibalik instrinsik yang kiranya bisa menjadi gambaran umum dan kacamata negeri ini. Mari kita simak Cerita Lucu & Memotivasi " Tawa Putra Bangsa I "
Cerita Lucu & Memotivasi
Tribute to konco seboyo semongso panggenan penjoro jiwo yang pernah dilombakan di salah satu Universitas di Kota Surabaya dan kalah hahahaha.Tawa Putra Bangsa
+Qied Faqot Semasa Kecil Hehehe |
Ini salah kaprah atau salah makna? aku tahu baru-baru ini arti dari
namaku sendiri. entah apa yang membuat orang tuaku punya ide memberikan
nama ini padaku, 'Masakin'. yah... ini namaku. Masakin berarti orang
orang miskin ' hahaha' aku tertawa geli dalam hati. seumpama dulu aku
tidak dimasukkan ke pesantren mungkin sampai sekarang aku tidak tahu apa
arti dari namaku. semenjak aku kelas 3 SD orang tuaku memasukkanku di
pesantren, dan meneruskan sekolah dasar didekat lingkungan pesantren.ketika
aku sudah keluar dan tidak tinggal lagi di pesantren, aku teringat
pelajaran bahasa arab yang diajarkan ustadz jamil sewaktu masih kelas 4
SD. ustadz jamil pernah membacakan suatu cerita dalam bahasa arab
tentang perintah memberi makan dan menolong orang-orang miskin yang
diterjemahkan kedalam bahasa indonesia, dalam cerita itu ustadz jamil
berkata " wala yahuddlu 'ala tho'amil miskin", artinya dan tidak
mendorong memberi makan orang miskin. Yang aku ketahui lafadz 'masakin'
adalah bentuk jama' dari kata miskin, yang artinya orang-orang
miskin.tapi, ah... apa peduliku dengan nama itu.namun…
sedikit menyesal sih kalu sudah tahu kalau arti namaku seperti itu, bukan soal keberuntungan ataupun hoki, tapi lebih daripada sebuah kebaikan jika mempunyai nama yang artinya juga baik. tapi, nasib memang tak pernah bisa diduga kejadiannnya. bukan karena nama atau arti nama, tapi lebih tepatnya nasib. sudah mau lulus sekolah dasar dan ingin terus menimbah ilmu agama dipesantren. tapi, Allah berkehendak lain, gara-gara tak ada biaya,semua angan,dan cita-cita yang lama kutanam dibenakku, untukku wujudkan pupus. aku tak bisa melanjutkan sekolah dan tak bisa menambah ilmu agama dipesantren lagi.
Duh... Allah memang semua kehidupan ini telah kau atur dan tulis didalam buku kehidupanku, lauh mahfudz, semenjaka aku berada dalam rahim ibuku ketika berumur 40 hari ketiga. Begitu kata Ustadzku di pesantren dulu ketika menjelaskan bahwa semasa kita masih dikandungan. Ya… Aku hanya bisa menjalani.
sekarang aku seorang gelandangan kecil, anak berumur 13 tahun yang putus sekolah, tak berumah dan tak berkeluarga. tidur beralas koran, beratap langit dan terkadangpun diiringi dengan hujan.
ya Allah apakah Engkau kejam?
ah... buat apalah menangisi nasib, toh semuanya sama saja, susah gembira sama-sama rasa.tapi...
...yah, enggak enak juga sih ya Allah jadi orang miskin, tak punya rumah, keluarga dan orang tua lagi hiks hiks, batinku memelas.
"nak sini nak!" panggil salah satu pengguna jalan yang mengendarai mobil berwarna silver yang ada tulisan J-A-Z-Z di belakang bodi mobilnya dengan papan kecil berwarna merah dengan angka-angka berwarna putih tertulis diatasnya.
Aku hanya memandangi wajah pak kumis yang bersemu merah,karena jengkel dengan ulahku. Dia terus saja memaki, sementara aku hanya senyum-senyum saja memperhatikan pak kumis memakiku seperti makian orang bisu.
sedikit menyesal sih kalu sudah tahu kalau arti namaku seperti itu, bukan soal keberuntungan ataupun hoki, tapi lebih daripada sebuah kebaikan jika mempunyai nama yang artinya juga baik. tapi, nasib memang tak pernah bisa diduga kejadiannnya. bukan karena nama atau arti nama, tapi lebih tepatnya nasib. sudah mau lulus sekolah dasar dan ingin terus menimbah ilmu agama dipesantren. tapi, Allah berkehendak lain, gara-gara tak ada biaya,semua angan,dan cita-cita yang lama kutanam dibenakku, untukku wujudkan pupus. aku tak bisa melanjutkan sekolah dan tak bisa menambah ilmu agama dipesantren lagi.
Duh... Allah memang semua kehidupan ini telah kau atur dan tulis didalam buku kehidupanku, lauh mahfudz, semenjaka aku berada dalam rahim ibuku ketika berumur 40 hari ketiga. Begitu kata Ustadzku di pesantren dulu ketika menjelaskan bahwa semasa kita masih dikandungan. Ya… Aku hanya bisa menjalani.
sekarang aku seorang gelandangan kecil, anak berumur 13 tahun yang putus sekolah, tak berumah dan tak berkeluarga. tidur beralas koran, beratap langit dan terkadangpun diiringi dengan hujan.
ya Allah apakah Engkau kejam?
ah... buat apalah menangisi nasib, toh semuanya sama saja, susah gembira sama-sama rasa.tapi...
...yah, enggak enak juga sih ya Allah jadi orang miskin, tak punya rumah, keluarga dan orang tua lagi hiks hiks, batinku memelas.
"Sudahlah!” kataku memutus cerita."Jawa Pos! Jawa Pos! tiga ribu lima ratus!" teriakku membahana keseluruh penjuru jalan raya diponegoro yang berbarengan dengan suara kendaraan-kendaran bermotor pengguna jalan dari arah surabaya dan porong., yang berhenti ditengah-tengah jalan, menunggu lampu hijau menyala.
" memangnya orangtuamu kemana Kin?" tanya udin penasaran dengan ketiadaaan orang tuaku.
"tidak usah diterusin ya din, aku malas cerita tentang orangtuaku, mending kita jual koran-koran ini dulu, biar cepat habis!" jawabku dengan nada datar. udin terdiam sejenak memandangiku.
" yang penting sekarang aku masih punya teman yang baik banget sepertimu yah gak din?" sambungku.
Udin hanya tersenyum tersipu.
"yang tidak pernah tidak menolak kalau aku minta ditraktir hehehe" lanjutku
" apa katamu...?" tanya udin seolah tidak mendengar.
"apa sih din?" jawabku berlagak bodoh.
" ya, perkataan terakhirmu tadi..." ucap udin dengan nada tinggi yang dibuat-buat.
" oh, itu, hehe" aku hanya menyautinya dengan cengengesan, sembari kutarik paksa tangan udin ketengah jalan perempatan Alun-alun sidoarjo, tanpa sempat udin membalas perkataanku.karena kuperhatikan traffic lamp sudah menunjukkkan lampu merah.
"nak sini nak!" panggil salah satu pengguna jalan yang mengendarai mobil berwarna silver yang ada tulisan J-A-Z-Z di belakang bodi mobilnya dengan papan kecil berwarna merah dengan angka-angka berwarna putih tertulis diatasnya.
"koran pak?" tanyaku yang merasa kalau bapak berkumis tebal dengan seragam coklat tua seperti baju anak yang mau berangkat pramuka-an akan membeli koranku.Kuperhatikan traffic lamp menyala lampu hijau. Kendaraan-kendaraan yang berada dibelakang mobil bapak tadi membunyikan klakson dengan keras sehingga menyamarkan makian pak kumis terhadapku.
" iya, cepetan kesini! ” bapak kumis tadi melambaikan tangan kearahku yang berada di seberang jalan. Akupun bergegas berlari kearahnya. Dan…
" Koran pak? " tanyaku lagi, meyakinkan.
" iya! Dari tadi sudah dipanggil Tanya terus kamu, cepetan sini!" cerocos pak kumis sedikit kesal dengan pertanyaan-pertanyaan yang meragukannya.
" ti – tiga ribu lima ratus pak " jawabku gagap. Aku takut pak kumis itu tidak jadi membeli koranku gara-gara tingkah bodohku.
" berapa nak? " bapak kumis bertanya kembali ( lebih tepatnya meyakinkan).
" tiga ribu lima ratus pak!" jawabku lantang dan tegas, karena pikirku pak kumis tadi tidak mendengar. Tapi…
" tiga ribu lima ratus nak?..." pak kumis seolah keheranan
" …apa tidak kemahalan? "
“ e-enggak pak! Memang segitu pak semua jawa pos harganya!" jawabku sedikit gagap namun tegas dengan sedikit gregetan didalam hati.
" yang bener saja nak? Dijalan sebelah sana tadi ditawarkan tiga ribu…" pak kumis mengarahkan telunjukknya kearah yang berlawanan dengahn laju kendaraannya
"… dua ribu lima ratus aja yah " tawar pak kumis.
" masa pak Cuma dua ribu lima ratus, saya saja ambilnya segituan” ucapku sedikit memelas.
" dua ribu lima ratus aja nak! “ tawar pak kumis lagi. Aku terdiam sejenak. Kupertimbangkan tawaran pak kumis. Tapi masa Cuma dua ribu lima ratus, aku saja ambilnya dua ribu delapan ratus, batinku. Dan…
" gini aja pak …” kutekan nada bicaraku, kemudian berhenti beberapa detik.
"…bapak yang ngelap keringat saya terus bapak yang gantiin nraktir es tebu saya ahahaha” sambungku sambil tertawa mengejek.
" dasar anak kurang ajar! Sini kamu! " teriak pak kumis sembari menggapaiku. Tapi, sayang pak kumis telat beberapa detik, aku sudah keburu melarikan diri tanpa sempat pak kumis menyentuhku. Aku lari ke pembatas jalan raya menjauhi mobil bapak tadi.
Aku hanya memandangi wajah pak kumis yang bersemu merah,karena jengkel dengan ulahku. Dia terus saja memaki, sementara aku hanya senyum-senyum saja memperhatikan pak kumis memakiku seperti makian orang bisu.
" Kin ! ada apa Kin? " udin menghampiriku.Yaaaa bersambung....:). Lain kali ane mau nerusin yah ceritanya kali ini cukup sekian dulu buat kalian yang udah baca silkan pilah sendiri hikmah apa di balik intrinsik Cerita Lucu & Memotivasi " Tawa Putra Bangsa I "
" gak papa… “
" memangnya kamu tadi dimana kok gak tahu apa yang terjadi?"
" aku tadi kan diseberang jalan sana " jawab udin sambil menunjuk jalan tepat didepan alun-alun sidoarjo, jaraknya sekitar 30 meter dari tempatku bergulat mulut tadi dengan pak kumis ‘hehe’ .
“ memangnya ada apa sih kin? Kelihatannya oaring yang naik mobil tadi marah-marah padamu” Tanya udin menyambung.
" hehe biasa din orang kaya tapi miskin” jawabku sambil cengengesan.